Awas Bahaya Orang Yang Tidak Mau Membayar Utang Sampai Mati, Ini Akibatnya
Assalamu’alaikum wr,wb. Siapa diantara kita yang belum pernah berhutang ? Ingsa Allah kita semua pernah berhutang. Entah Cuma sekedar minjam uang jajan ke teman makan di warung tapi bayarnya awal bulan atau bahkan utang untuk modal usaha. Sebagai muslim, kita terikat dengan hukum syara’, termasuk di dalam masalah utang piutang ini. Nah apa saja sih ketentuan utang piutang di dalam islam ini ? Berikut adalah ketentuan-ketentuan terkait utang piutang yang saya rangkum dari kitab Umdatul Fiqh karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah.
Pertama, hutang wajib dikembalikan dengan barang yang serupa dengan apa yang dipinjam. Misalnya meminjam 1gr emas maka wajib dikembalikan dengan 1gr emas pula. Atau meminjam 1 juta rupiah, maka dikembalikan dengan 1 juta rupiah. Diperbolehkan membayar hutang dengan yang lebih banyak, asal tidak disyaratkan diawal. Rasulullah SAW pernah meminjam dari seorang seekor unta yang masih muda.
Kemudian ada satu ekor unta sedekah yang dibawa kepada beliau. Beliau lalu memeritahkan Abu Rafi’ untuk membayar kepada orang tersebut pinjaman satu ekor unta muda. Abu Rafi’ pulang kepada beliau dan kemudian berkata : “Aku tidak mendapatkan kecuali seekor unta yang masuk umur tujuh”. Lalu beliau menjawab : “Berikanlah itu kepadanya! Sesunggunya sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutangnya.” (HR. Muslim ).
Baca Juaga : Hukum Jual Beli dalam Islam
Dalam hadits ini Rasulullah SAW membayar hutang unta muda denga unta yang sudah dewasa, ini menunjukkan anjuran mengembalikan hutang lebih banyak atau yang lebih baik. Namun kelebihan ini bukan ditetapkan sejak awal bukan pula denda, dan kukan saat mencicil, tapi hanya boleh saat pelunasan dengan kehendak pembayar hutang sendiri.
Kedua, wajib membayar hutang tepat pada waktu yang disepakati (jatuh tempo ), artinya orang yang tidak boleh ditagih hingga jatuh tempo pembayarannya. Jika sudah jatuh tempo baru ditagih. Jika sudah dekat waktu jatuh tempo, tapi penghutang hendak pergi jauh maka orang yang menghutangi boleh menahanya jika ia bisa memberi jaminan. Jika seseorang kesulitan dalam membayar hutang maka wajib tangguh atau penundaan pembayaran. Lebih baik lagi jika kita merelakan hutang kita tersebut. Allah SWT berfirman :
وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan jika (orang yang berhutang itu ) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagai atau semua utang ) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 280 )
Kecuali kalau diketahui bahwa orang yang berhubung tersebut sebenarnya masih memiliki harta. Maka pengakuan atas kesulitanya tidak dapat diterima. Jika ternyata dia dalam kondisi lapang tapi enggan membayar hutang, maka ia harus dilaporankan ke mahkamah syariah untuk dipenjara dan disita hartanya sesuai dengan jumlah hutangnya untuk membayar hutangnya.
Ketiga, pemindahan hutang piutang. Piutang bisa dipindahkan, misal fulan A memiliki hutang kepada fulan B, lalu fulan B memberikan piutang tersebut kepada fulan C, maka fulan A wajib membayar hutangnya kepada fulan C. Pengalihan piutang ini harus diterima, meskipun penerima pengalihannya adalah orang kaya. Rasulullah SAW bersabda : “Jika piutang salah seorang dari kalian dialihkan kepada orang yang kaya, hendaklah ia menerima pengalihan itu” (HR. Bukhari & Muslim )
Berbeda dengan pemindahan hutang, misal fulan A memiliki hutang dengan fulan B, lalu datang fulan C menjamin atas hutang fulan A. Hal ini tidak kemudian menggugurkan kewajiban fulan A dalam membayar hutang. Akan tetapi hal ini menjadi kewajiban keduanya (fulan A dan C) dalam membayar hutng tersebut. Jika hutang telah dibayar penjamin, maka hutang tersebut telah lunas. Atau jika pemilik piutang merelakan hutang tersebut kepada pemilik hutang yang asli, maka juga dianggap lunas.
Namun jika pemilik piutang hanya menggugurkan tanggunan dari penjamin saja, maka hutang pemilik hutang yang asli tersebut belum dianggap lunas. Jika telah jatuh tempo, dan pemilik piutang menagih kapada penjamin, akan tetapi ia tidak bisa membayar maka ia boleh menagih kepada pemilik hutang yang asli.
Baca Juga : Hukum Akad Syirkah (Kerja Sama Bisnis Dalam Islam )
Jika terjadi sengketa di mahkamah syariah, akan tetapi pemilik hutang yang asli tidak dapat didatangkan, kabur misalnya. Maka pihak yang menjamin wajib bertanggung jawab atas hutang tersebut. Namun jika ternyata pihak pemilik hutang meninggal dunia, maka penjamin terlepas ari jaminannya. Hutang tersebut harus dibayar dari peninggalan atau aset pemlik hutang.
Awas Bahaya Orang Yang Tidak Mau Membayar Utang Sampai Mati
Setiap orang kelak pasti akan mengalami kematian. Tahukah kalian resiko seseorang apabila berhutang tapi tidak mau membayar..?? membayar utang adalah wajib hukumnya walaupun sudah mati (diwakilkan ahli waris). Ada sebuah riwayat hadist yang diriwayatkan dari ibnu majah, Bahwa rasulullah pernah bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
Maksud dari hadis diatas adalah, apabila ada seseorang mati namun dalam kondisi masih memiliki utang walaupun kecilnya semisal seperti hanya 1 dirham saja, maka kelak diakhirat orang itu akan dituntut melunasi dengan menebusnya dengan amal kebaikannya kelak, hal itu disebabkan diakhirat sama sekali tidak ada uang dirham ataupun dinar.
Selain itu ada juga riwayat dari rasulullah yang mengatakan:
اَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
Hadis diatas menjelaskan bahwa ada seseorang yang benar enggan menebus dan melunasi hutang-hutahnya selama masih hidup maka kelak diakhirat di hari kiamat orang itu akan berjumpa dengan Allah dalam kondisi berstatus sebagai seorang pencuri. naudzubillah
Rasulullah juga pernah bersabda bahwa dosa-dosanya para mujahid akan dimaafkan kecuali utang. Ada sebuah kisah dizaman rasulullah tentang orang yang mati namun masih memiliki tanggungan hutang sebanyak 3 dinar. Rasulullah lantas tidak mau mensholati jenazahnya selagi belum lunas hutangnya. namun setelah ada seseorang yang telah menebus utang itu, Rasulullah kemudian berkenan mensholatinya.
Nah, demikian lah pembahasan mengenai aturan hutang piutang dalam islam. Sebagai tambahan, ada beberapa anjuran dalam islam masalah hutang piutang. Pertama, hindari hutang sebisa mungkin. Kedua, Hendaknya hutang tesebut ditulis dan ada saksinya. Ketiga, memberikan jaminan, ketika hendak berhutang kita dianjurkan untuk memberikan jaminan dengan harta yang setara dengan tersebut. Agar ketika kelak kita meninggal atau bangkrut, maka jaminan tersebut bisa membayar hutang tersebut dan tidak merepotkan pihak lain. Semoga bermanfaat Barokallah Fikum, Wassalamu’alaikum wr,wb.
😍😍😍
BalasHapusTerima kasih atas kunjungannya
Hapus