Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Hukum Sewa Menyewa dalam Agama Islam ?



Hidayahilahi.com - Sewa menyewa menurut istilah Arab adalah al-ijarah. Menurut Hukum Islam sendiri diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian atau ringkasnya pengambilan manfaat suatu benda. Hal ini benda tersebut tidak berkurang sama sekali, dan yang berpindah hanya manfaat dari benda yang disewakan. Sewa menyewa merupakan perjanjian yang bersifat kesepakatan. Apabila akad telah berlangsung, pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang kepada penyewa. Setelah diserahkannya manfaat barang atau benda si penyewa wajib menyerahkan uang sewanya. Dasar hukum ini telah disebutkan dalam QS. Al Baqarah: 233. "Jika kami ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."

Sedangkan landasan sunnahnya menurut hadist yaitu, "Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu." HR. Bukhari Muslim

Lantas, apa saja syarat sahnya sewa menyewa ?

Unsur yang paling penting dalam perjanjian sewa menyewa yaitu pihak yang terlibat dapat cakap bertindak dalam hukum, atau mampu yang baik dan buruk. Selain itu, menurut Imam Syafi'i dan Hambali orang tersebut sudah baligh atau dewasa, jika belum baligh menurut kedua Imam tersebut hukumnya tidak sah.


Berikut ini syarat sah perjanjian sewa menyewa yang wajib dipenuhi:


1. Kedua pihak rela melakukan perjanjian. Jika di dalam perjanjian sewa menyewa terdapat unsur pemaksaan, maka hukumnya tidak sah.

2. Jelas mengenai objek yang diperjanjikan. Yaitu barang yang disewakan disaksikan sendiri, juga besarnya uang sewa serta lamanya waktu sewa menyewa yang berlangsung.

3. Objek sewa menyewa dapat digunakan sesuai peruntukannya. Kegunaan benda yang disewakan harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai kegunaannya. Apabila benda atau barang tidak sesuai manfaatnya sebagaimana yang diperjanjikan, maka sewa menyewa dapat dibatalkan.

4. Objek sewa menyewa dapat diserahkan. Barang yang diperjanjikan harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan. Contoh barang yang akan disewakan motor yang masih baru, namun kendaraan rusak sebagai objek barang yang disewakan. Hal ini melanggar peraturan, karena barang tersebut tidak dapat mendatangkan kegunaan bagi penyewa.

5. Kemanfaatan objek yang diperjanjikan merupakan objek yang diperbolehkan oleh agama. Hukum agama Islam melarang perjanjian sewa menyewa yang melanggar aturan hukum, dan hal tersebut wajib ditinggalkan. Misal, perjanjian sewa menyewa rumah yang digunakan sebagai kegiatan prostitusi.

Baca Juga : Ternyata Ini Jual Beli yang Dilarang di Dalam Islam

Pembatalan dan Berakhirnya Sewa Menyewa

Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa menyewa disebabkan hal-hal sebagai berikut:

a. Terjadinya aib pada barang sewaan

Apabila barang yang disewakan terdapat kerusakan ketika di tangan penyewa, dan kerusakan tersebut karena kelalaian penyewa, maka pembatalan sewa menyewa boleh dibatalkan. 

b. Rusaknya barang yang disewakan

Jika barang yang menjadi perjanjian sewa menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan yang diperjanjikan, misalnya yang menjadi objek sewa menyewa adalah rumah, dilain waktu rumah tersebut justru terjadi kebakaran.

c. Rusaknya barang yang diupahkan 

Artinya barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan sewa menyewa mengalami kerusakan. Sebab rusak atau musnah barang tersebut, maka fungsinyapun tidak terpunuhi seutuhnya. Sehingga perjanjian sewa menyewa sudah berakhir.

Baca Juga: Rukun dan Syarat Perjanjian Pinjam-Meminjam Menurut Syari'at Islam

d. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan

Misal, perjanjian sewa menyewa rumah selama satu tahun. Setelah satu tahun selesai, maka perjanjian sewa menyewa tersebut telah berakhir dengan sendirinya. Hal ini teidak perlu diadakan lagi kesepakatan memutus hubungan sewa menyewa.

e. Penganut madzhab Hanafi menambahkan apabila terjadi uzur

Menurut Imam Hanafi uzur merupakan salah satu penyebab berakhirnya perjanjian sewa menyewa, walaupun uzur tersebut datang dari salah satu pihak. Uzur yang dimaksud adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagai mestinya. Misal, seseorang menyewa toko untuk berjualan, dilain waktu dagangannya musnah karena kebakaran, maka penyewa dapat membatalkan perjanjian sewa menyewa yang telah dilakukan sebelumnya.


Posting Komentar untuk "Bagaimana Hukum Sewa Menyewa dalam Agama Islam ?"