Kisah Dzunnun Al-Mishri Membalas kebencian dengan Cinta
Hidayahilahi.com- Dulu ada salah satu tokoh besar islam yang mendunia yang bernama Dzunnun. Karena dia berasal dari Mesir, dia dikenal sebagai Dzunnun Al-Mishri, Dzunnun orang Mesir. Ketika dia masih hidup, orang tidak mengenalnya sebagai orang yang dekat dengan Tuhan. Ia malah semakin dikritik dan dicemooh karena dianggap kafir, sesat, dan murtad.
Tetapi ia tidak pernah menanggapi semua tuduhan itu dengan kemarahan atau serangan balik. Dia bahkan menunjukkan dirinya seolah-olah dia mengakui seluruh celaan itu. Selama dia hidup, orang tidak tahu bahwa Dzunnun adalah salah satu waliyullah, kekasih Allah.
Bayak orang yang sudah mengetahui kedekatannya dengan Tuhan setelah Dzunnun meninggal dunia. Menurut Al-Hujwiri, pada malam Wafatnya Dzunnun, tujuh puluh orang bermimpi melihat Nabi. Dalam mimpi itu Nabi berkata, "Saya datang untuk melihat Dzunnun, wali Allah." Dikatakan bahwa setelah kematiannya tertulis di dahinya: Ini adalah kekasih Tuhan, yang mati untuk mencintai Tuhan, dan dibunuh oleh Tuhan.
Masih menurut Al-Hujwiri, pada saat pemakaman Dzunnun, burung-burung di langit berkumpul di peti matinya sambil melebarkan sayapnya seolah-olah untuk melindungi jenazahnya. Saat itulah orang Mesir menyadari kesalahan mereka dengan memperlakukan Dzunnun selama ini.
Banyak cerita tentang Dzunnun dan hampir semua kisah hidupnya menjadi pelajaran yang sangat berharga. Kisah-kisah ini adalah panduan bagi kita dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di antara kisah yang diceritakan tentang Dzunnun adalah kisah ketika ia berlayar menggunakan perahu bersama murid-muridnya di Sungai Nil.
Alkisah, suatu hari, mereka berlayar di sungai Nil. Mereka yang bersenang-senang di sungai tidak hanya orang-orang alim seperti Dzunnun dan murid-muridnya, tetapi juga orang-orang yang menggunakan rekreasi sebagai alat untuk melakukan kemaksiatan.
Di tengah perjalanan, Mereka bertemu dengan dua kelompok yang memiliki ideologi yang berbeda. Di satu perahu, ada Dzunnun, sang kiai, bersama murid-muridnya. Mereka melantunkan zikir kepada Allah SWT. Di perahu lain, ada sekelompok anak muda yang sedang memetik gitar, meneriaki, dan bertingkah usil kepada murid-murid Dzunnun.
Karena para muridnya percaya bahwa doa Dzunnun diijabah, mereka meminta Dzunnun untuk berdoa kepada Allah agar kapal pemuda itu ditenggelamkan jauh ke dasar Sungai Nil. Dzunnun kemudian mengangkat kedua tangannya dan berdoa: Ya Allah, karena Engkau telah memberi mereka kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, berilah mereka juga kehidupan yang menyenangkan di akhirat.
Para muridnya tercengang. Awalnya, mereka berharap Dzunnun akan mendoakan anak-anak muda yang ugal-ugalan itu agar ditenggelamkan oleh Tuhan karena anak-anak muda itu melihat hidup sebagai kesenangan saja. Tapi anehnya bin ajaib, Dzunnun hanya berdoa seperti di atas. Para muridnya terkejut mendengar doa Dzunnun.
Saat perahu anak pemuda itu mendekat, mereka melihat Dzunnun berada di dalam perahu itu. Mereka menyesal dan meminta maaf. Entah bagaimana, melihat wajah Dzunnun membawa mereka ke kesucian. Dzunnun menemukan alat musik mereka dan mereka bertobat kepada Tuhan. Saat itulah Dzunnun mengajarkan murid-muridnya, “Hidup yang menyenangkan di akhirat adalah taubat di dunia. Dengan cara ini, kalian dan mereka puas tanpa merugikan siapa pun. ”
Kita tertarik dengan cerita Dzunnun ini. Kita terbiasa menaruh dendam pada orang-orang di sekitar kita. Seringkali setelah kita menjalani kehidupan yang baik, kita merasa kesal dengan orang yang kita anggap buruk. Ketika seseorang memperlakukan kita dengan buruk, kita berharap kita bisa membalas keburukan itu dengan keburukan kita lagi. Maka dari itu kita sering menutupinya dengan mengatakan, "Agar ini menjadi pelajaran bagi mereka." Dzunnun melanjutkan tradisi Rasul Allah yang mengajarkan kita untuk membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan.
Bayangkan ketika kalian berdoa agar saingan kalian hancur atau agar musuh Anda binasa, Anda hanya akan mendapatkan satu keuntungan: Kepuasan dengan kehancuran saingan Anda. Tetapi ketika Anda berdoa: Ya Allah, ubah kebencian musuh saya menjadi kasih sayang, Anda akan bermanfaat bagi semua orang. Sama seperti doa Dzunnun Al-Mishri.
Baca Juga : Kisah Penuh Ibrah : Ulama yang Mati dengan Kehinaan
Dulu, Nabi Isa as dan para muridnya lewat di depan sekelompok pemuda yang ugal-ugalan juga. Mereka tidak hanya melakukan perbuatan maksiat ketika rombongan Nabi Isa datang, bahkan mereka juga melempari Nabi Isa dengan batu. Nabi Isa berhenti dan hanya memandang mereka untuk kemudian berdoa kebaikan bagi mereka.
Murid-muridnya bertanya, "Mereka melemparimu dengan batu, tetapi mengapa engkau membalas dengan doa yang baik?" Nabi Isa menjawab, “Itulah perbedaan antara kami dan mereka. Mereka mengirim kami buruk dan kami mengirim mereka baik. ”
Dulu, Rasulullah SAW juga penah dilempar oleh orang-orang di Thaif ketika Rasullah sedang mengajak mereka masuk Islam sampai kaki Rasulullah berlumuran darah. Ketika malaikat datang kepadanya menawarkan untuk menimpakan gunung pada orang-orang yang menyerangnya, Nabi hanya berkata: Ya Allah, berilah petunjuk kepada umatku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.
Dzunnun Al-Mishri mengajarkan kita tradisi para Nabi dan orang-orang saleh; membalas keburukan dengan kebaikan. Marilah kita menjadi seperti pohon mangga di pinggir jalan, yang dilempari orang dengan batu tetapi yang dilempari mengirimkan kepada si pelempar itu, adalah buah yang sudah matang. Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
Salah satu perbuatan baik yang memiliki nilai yang sangat tinggi adalah membalas orang jahat dengan kebaikan. Ini bukanlah suatu hal yang mustahil, namun inilah ajaran kesucian yang akan membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT. Waullahu A'lam Bishowab....
Posting Komentar untuk " Kisah Dzunnun Al-Mishri Membalas kebencian dengan Cinta"
Masukkanlah Komentarmu dengan Baik..!!!