Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Kyai Shaleh Lasem, Mampu Disegani Penjahat Hingga Mereka Tobat



Hidayahilahi.com - Kyai Sholeh Lateng dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1862, dari pasangan Ki Agus Abdul Hadi dan Aisyah. Nama asli beliau adalah Muhammad Shaleh dan menjadi Muhammad Syamsudin, nama tersebut diganti setelah menunaikan ibadah haji. Namun, panggilan beliau tetap Shaleh hingga ketika beliau berhijrah ke daerah Lateng, Banyuwangi, maka nama beliau terkenal dengan nama Kyai Shaleh Lateng.

Kyai Shaleh Lateng merupakan sosok yang cerdas dan sangat pemberani. Sejak dini beliau didik oleh kedua orang tuanya yaitu ilmu agama Islam seperti membaca kitab suci Al Qur'an, kitan Al Jurumiyah, kitab Sharaf dan Aqidatul Awwam. Setelah beranjak umur 15 tahun, beliau melanjutkan mencari ilmunya di Pesantren Kebondalem, Surabaya, yang diasuh oleh Kyai Ahmad. Lalu melanjutkan belajarnya di Pesantren yang didirikan oleh Syaikhona Khalil Bangkalan. Kyai Shaleh sangat terkenal dengan kepakaran ilmu Gramatika Arab, hingga Syaikhona Khalil mengatakan, " Se Jawa Timur tidak ada yang dapat menandingi kemampuan Kyai Shaleh dalam memahami kitab al-Fiyah".

Ilmu lain yang dipelajari yaitu ilmu yang berkaitan dengan kesaktian dan kebatinan, karena di daerah Lateng, Banyuwangi kala itu masih banyak tukang santet dan pendukunan yang meresahkan masyarakat. Kyai Shaleh percaya bahwa ilmu kanuragan tersebut penting sebagai ilmu dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Beliau sendiri belajar langsung dari tuan Guru Muhammad Said Jembrana dari Padepokan Bali. Kyai Sholeh juga memiliki keinginan belajar di Haramain yang menjadi tempat pusat belajar oleh para ulama yang tidak lain dari Nusantara. Dari kecerdasan beliau diberi kepercayaan oleh syaikhnya untuk mengikuti transfer keilmuan di Hijaz. Tidak hanya itu, dari kecerdasan pemahaman ilmu bahasa, Kyai Shaleh juga mengajar dengan menggunakan empat bahasa, hingga membuat syaik dan santrinya terkagum.


Cinta Tanah Air

Selama 7 tahun lamanya belajar di Haramain, beliau diberi pesan oleh Syaikhona Khalil Bangkalan agar pulang ke Nusantara untuk berdakwah kepada masyarakat Banyuwangi yang kala itu moral masyarakat dicam bobrok. Akhirnya Kyai Sholeh melaksanakan perintah gurunya yang mulia. Sesampai di Banyuwangi beliau disambut oleh keluarga dan Bupati Banyuwangi. Setelah itu, bupati memberi izin mengajar di surau (mushalla) Lateng. Dengan hikmah, Kyai Shaleh mendakwahkan ilmu Islam dengan diiringi pendekatan ilmu kanuragan yang pernah dipelajarinya, sehingga membuat masyarakat Lateng tertarik, terutama kalangan orang nakal. 

Di saat Indonesia telah merdeka, kompeni kembali lagi untuk menjajah negara Indonesia. Namun, para kyai dan santri tidak tinggal diam untuk melakukan perlawanan. Termasuk Kyai Shaleh Lasem, beliau menyuruh keluarga dan santrinya untuk berperang melawan para kompeni yang ingin merebut dan menjajah Indonesia.  Semangat api bertambah berkobar, ketika Kyai Shaleh Lasem dan Bung Karno memekikkan suara takbir melalui radio yang langsung disiarkan ke seluruh rakyat Indonesia.

Dengan kearifan dan sopan santun dalam berdakwah, masyarakat yang pada awalnya bertikai akhirnya banyak yang bertaubat dan mengikuti ajaran yang dibawa oleh Kyai Shaleh Lateng. Dari perbedaan murid Kyai Shaleh yang beragam, maka dikenallah jargon SATU GURU JANGAN SALING MENGGANGGU. Terbentuklah antara murid Kyai Shaleh Lateng yang harmonis antara satu dengan yang lainnya.

Sifat akhlak luhur yang ada pada diri Kyai Shaleh Lasem mampu membuat masyarakat Banyuwangi menyegani sosoknya. Perjalanan panjang yang dilalui akhirnya menemui titik akhir, Kyai Shaleh Lasem pulang ke Rahmatullah pada malam Rabu tanggal 29 Dzulqo'dah 1371 H / 20 Agustus 1952 diusia 93 tahun. Sebab jasanya yang sangat besar terhadap masyarakat Banyuwangi, akhirnya pemerintah daerah mengsulkan nama Kyai Shaleh Lasem sebagai nama jalan di daerah Banyuwangi, guna untuk mengenang jasa-jasa yang telah dilakukan Kyai Shaleh Lasem.

Posting Komentar untuk "Kisah Kyai Shaleh Lasem, Mampu Disegani Penjahat Hingga Mereka Tobat"