Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Syaikhona Khalil Ketika Nyantri Rela Makan Kulit Semangka, Demi Mengganjal Perut

Sejarah Kelahiran Syaikhona Khalil Bangkalan

Hidayahilahi.com - Syaikhona Khalil Bangkalan merupakan ulama legendaris pada abaf 19-20 yang dikenal mempunyai banyak karomah. Beliau dilahirkan di Bangkalan pada hari Selasa tanggal 11 Jumadil Saniyah 1235 H yang bertepatan pada 1820 M. Secara nasab beliau masih keturunan dari Sunan Gunung Jati. Sejak kecil Syaikhona Khalil sudah dididik ayahnya yaitu dasar-dasar agama Islam seperti membaca kitab suci al-Qur'an, kitab al-Jurumiyah, al-Umrithi dan al-Fiyah. Setalah mendapat pengajaran dari ayahnya, Syaikhona Khalil lalu mengembara menuntut ilmu diberbagai pesantren. 

Pada tahun 1850, beliau melanjutkan nyantri di Pesantren Langitan yang pada masa itu diasuh oleh Kyai Muhammad Nur. Setelah selesai beliau melanjutkan studinya di Pesantren Cangaan, Tuban yang diasuh oleb Kyai Asyik Seguta, lalu melanjutkan di Pesantren Keboncandi. Di Pesantren Keboncandi, Syaikhona Khalil juga menyempatkan ngaji di Pesantren Sidogiri yang tidak lain masih memiliki kekerabatan dengan beliau.  Ketika mondok di Keboncandi dan Sidogiri, perjalanan yang ditempuh Syaikhona Khalil yaitu 7 kilometer dan ditempuh dengan jalan kaki. Dikisahkan bahwa Syaikhona Khalil dalam perjalannya selalu menghatamkan surat Yasin berkali-kali.

Selama proses nyantri, Syaikhona Khalil dikenal dengan ahli tirakat, baik dalam masalah makanan maupun mengamalkan wirid yang menjadi lantaran seorang hamba dekat kepada Tuhannya. Saking prihatinnya Syaikhona Khalil tidak mau merepotkan dalam masalah ekonomi kepada orang tuanya, walaupun orang tuanya juga seorang yang mapan. Usaha yang dikerjakan beliau adalah buruh batik, lalu usaha lain yang dilakukan oleh Syaikhona Khalil dalam membiayai diri untuk biaya mondok yaitu sebagai buruh pemetik kelapa milik kyai. Uang hasil usaha yang dikerjakan juga ditabung untuk biaya belajar di Haramain nantinya.

Dengan tekad yang kuat, akhirnya beliau mendapatkan izin dari Allah SWT untuk melanjutkan studinya di Haramain. Di sanalah beliau belajar kepada ulama yang keilmuannya sangat tinggi. Diantara guri Syaokhona Khalil adalah Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Adzim al-Maduri dan Syaikh Nawai al-Bantani. Di Haramain Syaikhona Khalil hanya memiliki bekal yang pas-pasan, akhirnya beliau nyambi bekerja menjadi tukang khath dan nantinya dijual. Bahkan, beliau tidak segan makan kulit semangka untuk mengganjal perut yang lapar, sebab ongkos yang sangat minim, subhanallah. Dari sinilah berkat kesemangatan beliau dalam menuntut ilmu, beliau mampu mengumpulkan ilmu lahiriah maupun batiniah, sehingga menjadikan sosok yang waskita serta memiliki banyak karomah.

JIMAT LAHIRNYA NU

Ideologi yang ditanamkan oleh Syaikhona Khalil adalah paham Ahlussunah wal jama'ah. Ketika kembali di Indonesia banyak masyarakat yang berbondong-bondong menitipkan putra putrinya kepada Syaikhona Khalil, dan akhirnya dibuatlah pesantren. Banyak santri yang berguru kepada Syaikhona Khalil yaitu masyarakat Madura dan Jawa. Dari santri yang dibina oleh beliau banyak santri yang menjadi sosok ulama besar di Indonesia salah satunya K.H Hasyim Asy'ari, Kyai Wahan Hasbullah, Kyai Ridwan Abdullah, Kyai Faqih Maskumambang, Kyai Bishri Syansuri, Kyai Shaleh Lateng, Kyai Mas Alwi bin Abdul Aziz dan ulama lainnya. Kebanyakan santri beliau kelak menjadi ulama yang sangat berpengaruh di daerahnya masing-masing. 

Syaikhona Khalil adalah sosok yang sangat berperan dalam pendirian organisasai NU pada masa itu, ketika para ulama dan kyai resah karena banyak kritikan tajam dari kelompok Modernis, maka Syaikhona Khalil memberikan nasehat kepada K.H Hasyim Asy'ari untuk segera mendirikan Jam'iyyah yang sudah lama ditunggu oleh para kyai dan ulama. Dengan jimat wirid yang diberikan Syaikhona Khalil yaitu "Ya JAbbaru Ya Qohharu Ya Jabbaru setiap saat", maka dengan mantap K.H Hasyim Asy'ari yakin bahwa gurunya telah merestui cita-cita masyarakat tradisional dan cita-cita kyai pesantren yang tidak lain adalah santri-santri Syaikhona Khalil, baik secara langsung maupun secara keilmuan.




Sumber : Muasis NU Manaqib 26 Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama


Posting Komentar untuk "Kisah Syaikhona Khalil Ketika Nyantri Rela Makan Kulit Semangka, Demi Mengganjal Perut"