Kisah Si Bahlul Bijak Yang Berpura-pura Menjadi Orang Gila
Hidayahilahi.com - Di Negara Baghdad sekitar abad kedelapan, hidup seorang pria taqwa dan memiliki kecerdasan yang tinggi, ia bernama Wahab bin Amir. Ia adalah kerabat dekat dengan Sultan serta menduduki posisi yang disegani di Istana. Namun, pada saat itu merupakan masa-masa sulit bagi orang-orang yang jujur.
Kaum penguasa korupsi dan apabila orang-orang yang menentang kejahatan, mereka akan dijatuhi hukuman mati. Wahab pun tahu hidupnya berada dalam bahaya. Oleh karena itu, pada suatu malam, dia pergi mengunjungi guru spritualnya yang bernama Imam Kazhim, untuk meminta petunjuk.
Setelah menemui sang Imam, beliau hanya memberi jawaban satu yaitu huruf hijaiyah, “JIM” lalu Wahab memahami dengan makna “Junun” kata dalam bahasa Arab yang mengandung arti Gila. Jadi, pergilah ia meninggalkan rumah, keluarga, serta posisi terhormat yang dimilikinya.
Dan memulai hidup berpura-pura sebagai orang gila. Ketidakwarasannya membuat banyak orang bersimpati kepadanya dan karena itu, melindunginya dari kekejaman kaum penguasa. Melalui penyamarannya sebagai orang bodoh, ia membantu memecahkan berbagai masalah rakyat jelata dan di saat yang sama, ia memberi mereka pelajaran spiritual dan moral tentang kehidupan.
Dan demikianlah, dia mendapat julukan Bahlul – Si Bodoh yang bijak. Wahab juga tak segan-segan bermain dengan anak-anak, yang seolah-olah ia adalah salah seorang dari mereka. Suatu hari, ia menaiki tongkatnya seolah-olah sedang menunggang kuda. Namun, ia pun merasa lelah, “Sepertinya kudaku lelah dan ingin beristirahat,” katanya terengah-engah. Kemudian, turunlah ia dari kudanya dan menyandarkannya ke satu sisi.
Setelah bermain-main Wahab meminta anak-anak untuk pergi meninggalkannya, karena ia sudah merasa lelah, kemudian si anak-anak pun meninggalkan Wahab sendiri. Wahab memiliki rumah dengan tenda kecil sebagai tempat tinggalnya. Kelurga yang mengkhawatirkan si Wahab merasa khawatir dan mencarinya.
Akhirnya mereka pun menemukan tenda tempat tinggal Wahab. Mereka masuk untuk melihat Wahab, dan ternyata Si Wahab sedang tidur nyenyak dengan beralaskan tangan sebagai bantalnya. “Wahab, Wahab … bangunlah dari kebodohan ini ! Ayo kita pulang ke rumah” kata salah seorang keluarganya. Wahab mulai menjawab dengan ekspresi bingung, “Rumah? Inilah rumahku” sahut Wahab.
“Kekurangan apa yang kalian lihat dari tenda ini? Di sini aku tidak takut kepada tuan tanah, tidak ada pertengkaran dengan tetangga, tidak perlu takut ada pencuri” jawab Wahab lagi. Kerabatnya terus saja mendesak “Kau sakit Wahab, kau butuh pengobatan” Wahab menjawab, “Semua orang memang sakit, dan coba kalian lihat siapa yang tidak butuh pengobatan?” Wahab tertawa, “katakan padaku, mulai dari Sang Sultan, penjaga gerbang hingga sang wazir.. siapa yang tidak butuh pengobatan?”
“Dengarkan kami, wahai Wahab, tempat ini tidak pantas lagi untukmu” kata kerabatnya. “Kenapa tidak pantas? Sesungguhnya tempat ini jauh lebih baik dibanding Istana. Saat hari Pengadilan tiba, aku tidak harus memberi pertanggung jawaban untuk tinggal di sini dibanding hidup di Istana, sekarang pergilah teman-temanku, karena Wahab yang sebelumnya pernah kalian kenal sudah tidak ada lagi”
Kemudian mereka pun meninggalkan Wahab di tenda, dan masyarakat menjuluki Wahab yaitu “Si Bahlul Dana” atau “Si Bodoh yang bijak” Hikmah dari kisah di atas adalah, kita dapat belajar dari Bahlul bahwa melawan ketidakadilan tidak selalu berarti melawan perubahan. Melawan ketidakadilan berarti memperjelas posisi bahwa kita berada sejauh mungkin dari para penindas. Dengan melakukan perlawanan terhadap penindas, kita akan mendapatkan perubahan, seperti yang dilakukan oleh Bahlul.
Posting Komentar untuk "Kisah Si Bahlul Bijak Yang Berpura-pura Menjadi Orang Gila"
Masukkanlah Komentarmu dengan Baik..!!!