Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Profil K.H. Achmad Siddiq Tokoh Ulama Cerdas di Indonesia



Hidayahilahi.com - Sejak belajar di Pesantren Tebuireng, K.H. Achmad Siddiq sudah menunjukkan kewibawaannya. Cerdas namun tidak banyak tingkah. Di usianya yang masih muda, beliau sudah memegang ilmu tua. Jangankan teman sekelas, guru yang mengajar pun segan kepadanya. Hanya ada seorang santri yang berani menggodanya. Dialah Abdul Muchith Muzadi, alias Muchith Kecil.

 Kiai Achmad lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 H / 24 Januari 1926 M. Putra Bungsu dari K.H. Muhammad Siddiq dari Nyai Maryam. Beliau adalah adik kandung K.H. Machfudz Siddiq.


PENDIDIKAN: 

Pendidikan dasar dimulai dari SR (Sekolah Rakyat) Islam Jember atau saat ini berubah menjadi Sekolah Dasar, kemudian melanjutkan di Madrasah Salafiyah Pesantren Tebuireng, Jombang hingga tamat kelas enam. 

Di Pesantren  yang diasuh Hadratusy Syaikh ini, beliau menjadi salah seorang kader utama K.H. A. Wahid Hasyim, putra K.H. M Hasyim Asy'ari. K.H. Wahid Hasyimlah yang banyak membantu perkembangan watak dan kecakapannya. Termasuk mengajarkan keterampilan mengetik dan membuat konsep konsep dalam organisasi.


PENGABDIAN:

Koordinator Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII, Ormas pemuda di bawah naungan Masyumi) untuk wilayah Jember dan Besuki (1945), hingga masuk dalam kepengurusan tingkat Jawa Timur. K.H Achmad Siddiq juga pernah menjadi Ketua PWNU Jawa Timur, menggantikan kakaknya K.H. Abdullah Siddiq.

Dalam Mukhtamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984, beliau terpilih sebagai Rais Aam PBNU dengan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Tanfidziyahnya. Kiai Achmad menggantikan K.H. Ali Maksum, sedangkan Gus Dur menggantikan DR.K.H Idham Chalid. Kiai Achmad inilah pemrakarsa gerakan kembali ke Khittah NU 1926 yang diputuskan di Situbondo.

Ide-ide segar tentang pembaruan NU banyak bermunculan dari beliau, misalnya tentang Fikrah Nahdliyah, NU menerima Azas Pancasila, Konsep Ukhuwah NU, dan tentu saja tentang Khitthah NU yang monumental. Ide-ide segar K.H. Achmad Siddiq banyak ditulis oleh K.H. Abdul Muchid Muzadi, teman semasa di Tebuireang yang menjadi sekretaris pribadinya.

 Baca Juga: Profil K.H. Wahid Hasyim Sosok Ayah Dari K.H. Abdurrahman Wahid / Gus Dur  Sampai sekarang Khitthah Nahdliyah dan Fikrah Nahdliyah karya Kiai Achmad masih menjadi pemandu utama PBNU untuk menentukan langkahnya. Begitu juga dengan konsep Ukhwahnya. Kiai Achmad di kenal pandai membuat tamsil.

Dalam pembukaan Mukhtamar NU ke-28 di Krapayak, Yogjakarta (1989), beliau membuat tamsil yang jitu disela Khutbah Iftitahnya. "NU ini ibarat kereta api, yang rel dan arah tujuannya sudah jelas. Bukan taksi, yang bisa di bawa kemana-mana oleh penumpang nya. Rel NU sudah jelas" 

Pada kesempatan lain, beliau melanjutkan : "Rel dan tujuan NU sudah jelas. Syarat-syarat untuk menjadi Masinis juga sudah ditentukan dengan jelas. Barang siapa yang tidak sejalan dengan tujuan NU, ya jangan naik kereta, silahkan cari kendaraan yang lain saja."


 KARIR POLITIK:

Pernah menjadi Kepala KUA di Situbondo dan juga Koordinator Jawatan agama daerah Besuki. Ketika K.H. A. Wahid Hasyim menjabat Mentri Agama, beliaulah yang dipercaya sebagai sekretaris pribadinya, menggantikan AA Achsin.

Dan berkat bimbingan K.H. Wahid Hasyim pula, kariernya terus meningakat. Pernah menjadi pegawai menengah dan tinggi di kementrian Agama, dan juga pernah menjadi Kepala Kantor Departemen Agama Provinsi Jawa Timur.

Hasil pemilu 1955 mengantarkan beliau untuk duduk di kursi DPR RI dari Fraksin NU. Namun tidak lama beliau bertahan di sana, sebab sikapnya senantiasa keras pada Naskom yang didukung pemerintah.

Berbeda dengan para Kiai NU kala itu yang lebih banyak menepuh jalan kompromi. Kursi DPR RI kambali di dudukinya setelah pemilu 1971. Dan sejak 1977 kembali aktif memimpin Pesantren Ash-Shiddiqiyah di tanah kelahirannya, Jember.

Kiai Achmad juga pernah menjadi anggota DPA, dan anggota BPPN ( Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Kiai Achmad wafat tanggal 23 Januari 1991 setelah dirawat di RS Dr. Soetomo Surabaya.

Atas permintaan beliau sebelum meninggal, jenazahnya di makamkan di Kompleks Makam Aulia Desa Mojo, Kediri, tak jauh dari makam K.H. Hamim Jazuli (Gus Mik), pendiri Semaan Al-Quran Mantab. Pada tahun 1995 kiai Achmad mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari pemerintah.




Sumber : Buku NU

Posting Komentar untuk "Profil K.H. Achmad Siddiq Tokoh Ulama Cerdas di Indonesia"