Kisah Wafatnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib saat Dibunuh Ibnu Muljam
Kisah Tragedi Puasa Ramadhan
yang paling menyedihkan. Pada bulan Ramadhan tahun 40 Hijriyah, menjadi
tragedi berdarah terbunuhnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah.
Aksi pembunuhan itu sangatlah kejam dan sungguh biadab. Pasalnya, Sayyidina Ali
adalah kerabat dekat sekaligus Sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat mulia.
Sayyidina Ali termasuk orang yang dijamin 100% ahli surga
dan sangat dicintai Rasulullah sejak kecil. Hal ini sebagaimana penggalan HR.
Tirmidzi yaitu وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ
, bahwasanya sahabat ali disurga dan menjadi penghuni surga. Namun, sosok yang
dikenal ‘Alim, pemberani, dan kuat keimananya mengalami nasib tragis diakhir hidupnya.
Sayyidina Ali penuh cobaan berat dimasa kepemimpinanaya,
beliau difitnah, dicerca, dan dianggap kafir oleh para pembencinya. Hingga
akhirnya beliau dibunuh dengan keji dibulan puasa Ramadhan. Ironisnya, pelaku
pembunuhan bukanlah orang kafir, melainkan seorang ahli ibadah, yang rajin
berpuasa bahkan Hafidz Alqur’an.
Sahabat Ali Bin Abi Thalib secara silsilah adalah sepupu dan
menantu Rasulullah SAW. Ayahnya adalah
bernama Abu Thalib yaitu Paman Nabi Muhammad SAW. Kita tahu, bahwa Nabi
Muhammad semasa kecil sudah yatim piatu dan berada dalam beberapa asuhan
setelah wafatnya sang ibu.
Nabi pernah di asuh oleh sang kakek Abdul Muthalib, dan sang
Paman Abu Thalib. Suwaktu mengasuh, Abu
Thalib sangat menyayangi Nabi Muhammad.
Keadaan keluarga Abu Thalib bisa dibilang termasuk keluarga
faqir dan kurang mampu. Setelah Lahirnya Ali bin Abi Thalib, Nabi dan siti
Khadijah mengasuh Ali kecil dan menjadikanya anak angkat. Hal ini juga sebagai
wujud balas budi atas kasih sayang sang paman Abu Thalib kepada Nabi sewaktu
kecil.
Dalam Asuhan Nabi, Ali kecil hidup dalam asuhan Nabi dan banyak menimba ilmu kepada Nabi. Selain
itu, Sahabat Ali juga dianggap sebagai orang pertama yang memeluk islam dari
kalangan anak-anak.
Dimasa dewasanya, sahabat Ali banyak ikut berjuang Bersama
Nabi dalam menysiarkan ajaran islam. Beliau bahkan rela menaruhkan nyawanya untuk melindungi
Nabi. Seperti contoh saat hijrahnya nabi Muhammad Bersama Sahabat Abu Bakar,
sahabat Ali rela menaruhkan nyawanya dengan memberanikan tidur dikamar Nabi
sebagai upaya mengelabuhi serangan para kaum kafir quraisy yang hendak membunuh
Nabi. Setelah hijrah, Nabi kemudian menikahkan sahabat Ali dengan putri
kesayangannya yang bernama Fatimah As-Zahra.
Sahabat Ali merupakan sosok yang cerdas dan memiliki
kedalaman ilmu agama yang tinggi, bahkan Nabi menjulukinya dalam sabdanya:
انا باب العلم و علي مفتاحه
Yang artinya"Aku adalah pintunya ilmu, dan Ali adalah
kuncinya". Selain itu, Sahabat ali sangat mencintai Rasulullah dan selalu
mendampingi dalam berjihad fisabilillah. Bahkan saat wafatnya Nabi Muhammad,
sahabat Ali termasuk orang yang turut memandikan, mengkafani, mensholati dan
memakamkan jenazah Nabi Muhammad SAW yang mulia.
Setelah Wafatnya nabi Muhammad SAW, tonggak kepemimpinan
umat islam kemudian diwariskan kepada Khulafaurrasyidin yaitu Khalifah Abu
Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Dimasa kepemerintahan khulafaurrasyidin, mulailah
banyak muncul firqah dan aliran dalam islam.
Perpecahan umat sebab perbedaan pandangan dan politik mulai
banyak terjadi dimana-mana. dimasa Khalifah Ustman, banyaknya fitnah dan
pemberontakan mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Ustman, Naudzubilah min
dzalik.
Ketika tonggak kepemimpinan umat islam berpindah kepada Khalifah Ali bin Abi
thalib, fitnah-fitnah, pemberontakan dan perang saudara belum bisa surut.
Khalifah Ali kemudian berusaha meredupkan aksi pemberontakan itu.
Salah satu kelompok pemberontak yang tegas menentang kebijakan dan kepemimpinan sah Khalifah Ali
adalah Kaum Khawarij. Mereka bahkan mnganggap kafir seluruh umat islam yang tak
sependapat dengan klompok mereka.
Pasukan Khalifah Ali kemudian memerangi kaum Khawarij dalam perang Nahrawan.
Penyerangan itu kemudian, menambah Rasa benci dan dendam
kaum khawarij kepada Khalifah Ali. Kaum Khawarij juga menganggap Khalifah Ali
telah kafir karena dalam pemerintahanya tidak menggunakan hukum islam melainkan
menggunakan musyawarah.
Dendam kaum khawarij kian memuncak. Ibnu Jarir meriwayatkan
bahwa dahulu ada 3 orang khawarij yang merencanakan pembunuhan terhadapan para
sahabat Rasulullah. Hal ini disebabkan rasa sakit hati mereka karena saudara
mereka dihabisi saat perang nahrawan.
Ketiga kaum khawarij itu kemudian membagi tugas. Abdurrahman
bin muljam/ ibnu muljam tugasnya membunuh Ali bin Abi thalib, lalu Al Barrak
bin Abdullah tugasnya membunuh Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Bakr
tugasnya membunuh Amr bi Ash.
Rencana pembunuhan itu
akan dilaksanakan pada tanggal tujuh belas Ramadhan tahun 40
Hijriyah. Ibnu muljam kemudian bertolak
pergi ke kufah untuk beraksi.
Kemudian ibnu muljam bertemu dengan wanita cantik. Ternyata
ayah dan saudara si wanita itu menjadi korban mati oleh pasukan Ali di
Nahrawan. Wanita itu bernama Quthami. Ibnu muljam kemudian terpikat dan
melamarnya.
Kemudian qutham bersedia menerima pinanganya dengan syarat
yaitu salah satunya harus membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Tak pikir
Panjang ibnu muljam menyanggupinya, karena memang tujuanya hendak membunuh
khalifah Ali.
Pada tanggal 17 Ramadhan, ibnu muljam lantas beraksi dengan
mengajak kawannya yang benama wardah dan syabib. Mereka lalu bersembunyi
dibalik pintu yang biasa dilalui Khalifah ali keluar untuk sholat di masjid
kufah.
Ketika khalifah Ali bin Abi Thalib hendak melaksanakan
sholat subuh, seperti biasa beliau membangunan umat muslim sembari berteriak
“Wahai kaum muslimin, Sholat, Sholat”.
Melihat kesempatan itu, Syabib lantas menyabetkan pedangnya
keleher Khalifah Ali, kemudian Ibnu muljam menambahi dengan membacok kepala
Khalifah Ali dengan pedang beracun. Innalillahi Wainnailaihi roji’un, darah
mulia menantu Rasulullah itu tak terbendung mengaliri tubuhnya.
Ibnu Muljam kemudian berkata kepada Khalifah Ali “Tiada
hukum kecuali hanya miliki Allah. Bukanlah milik kau dan teman-teman kau wahai Ali!” seketika Khalifah
Ali berteriak “Tangkap mereka”.
Kemudian kaum muslimin yang mendapati peristiwa itu langsung
menangkap ibnu muljam, sementara wardah berhasil dibunuh saat dikejar,
sementara syabib berhasil kabur. Setelah ibnu muljam ditangkap, ia lalu dibawa
kehadapan khalifah Ali.
Sang khalifah kemudian berpesan, jikalau khalifah nanti
wafat, maka bunuhlah ibnu muljam. Tapi jika beliau sehat dan selamat biarlah
sang khalifah yang memberi pelajaran kepada ibnu muljam.
Para tabib/ dokter kemudian didatangkan untuk mengobati luka
Khalifah Ali. Meski telah dizalimi, khalifah ali sempat berpesan supaya
memperlakukan ibnu muljam dengan baik saat ditawan. Berilah makan dan minum
ibnu muljam.
Jika sang khalifah nanti sembuh, beliau sendiri yang akan
mengambil keputusan. Namun, Allah berkehandak lain, Khalifah Ali akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya dan wafat pada Bulan Puasa Ramadhan tanggal 21
tahun 40 hijriyah. Innalillahi wainnailaihi Roji’un.
Setelah wafatnya Khalifah Ali, ibnu muljam kemudian dijatuhi
hukuman qishos/ mati. Naudzubillah mindzalik. Begitulah dasyatnya dampak fitnah
yang menimpa sahabat mulia Rasulullah ini. Disisi lain, pemahaman ngawur kaum
khawarij dalam memahami Ayat suci Al Qur’an menjadi dalang tragedi menyedihkan
itu.
Pasalnya kaum khawarij menganggap khalifah Ali kafir sebab
dianggap tidak menggunakan hukum Allah dalam membuat kebijakan. Sang pembunuh
yaitu ibnu muljam sendiri diketahui sebagai Ahli ibadah bahkan hafal Al Qur’an.
Semoga kisah ini bermanfaat Wallahu A’lamu bishowab.
Baca Juga: Kisah Tragis wafatnya Sahabat Ustman Bin Affan saat sedang Berpuasa dan Membaca Al Quran
Posting Komentar untuk "Kisah Wafatnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib saat Dibunuh Ibnu Muljam"
Masukkanlah Komentarmu dengan Baik..!!!