Kisah Sedih Perjalanan Haji Orang Indonesia Zaman Dahulu
Kisah perjalanan jamaah haji Indonesia zaman dulu yang
sangat menyedihkan. Sebelum Indonesia merdeka, melakukan sebuah perjalanan haji
sangatlah berat dan melelahkan. Tidak hanya siap mengeluarkan biaya besar,
tetapi juga harus siap menaruhkan raga dan nyawa disepanjang perjalanan.
Itu saja masih belum cukup, para jamaah haji harus siap
menghadapi berbagai ancaman aksi kriminalitas seperti penipuan, konflik,
perkelahian bahkan pembunuhan. Tidak sedikit para jamaah haji Indonesia yang
berangkat dalam keadaan sehat, namun pulang hanya tinggal nama saja.
Dahulu sebelum Indonesia dijajah, orang-orang pribumi masih
bebas bepergian keluar negeri seperti berlayar untuk berdagang ke india, cina, maupun berhaji ke arab saudi.
Transportasi yang digunakan, dahulu masih menggunakan kapal layar.
Sehingga, durasi waktu untuk melakukan perjalanan haji
amatlah lama sekali. Jamaah haji harus mengarungi laut selama berbulan bulan
bahkan sampai 2 tahun karena mereka harus transit di kota Bombay, Aden baru
menuju jeddah. Sungguh berat perjalanan haji kala itu.
Ketika bumi Indonesia dijajah oleh belanda, keadaan lalu
berubah. Pemerintah hindia belanda mulai mengeluarkan peraturan tentang aturan
perjalanan haji. Mereka mulai ikut campur demi urusan politiknya dan cari
keuntungan.
Hal ini juga untuk membatasi umat islam, karena belanda
khawatir apabila orang-orang pribumi menjalin hubungan dengan pihak tertentu
untuk menggulingkan kekuasaan pemerintah hindia belanda. Pasalnya, banyak
bermunculan aksi pemberontakan seperti oleh pangeran diponegoro di pulau jawa.
Khusus Ordonansi/ peraturan pemerintah tentang perjalanan haji dikeluarkan pada tahun 1825.
Isi aturan itu yaitu bahwasanya orang islam tidak diperbolehkan berhaji ke
makkah jika tidak memiliki pas jalan (surat keterangan jalan).
Pas jalan bisa didapat dengan membayar uang sebesar
F.110,-. Lalu pada tanggal 26 maret
1831, peraturan baru di munculkan, bahwasanya siapa saja bagi orang islam yang
bepergian haji ke makkah tanpa surat pas jalan, maka setelah pulang haji dia
akan didenda uang dua kali lipat yaitu sebesar F.220,-.
Berjalannya waktu, peraturan itu mengalami banyak
perubahan. Diantaranya calon haji harus
meminta pas jalan yang bisa didapat lewat rekomendasi bupati. Ditahun 1867,
pemerintah hindia belanda memerintahka kepada para bupati untuk
menyelenggarakan pendaftaran haji
didaerahnya masing masing.
Meskipun begitu, umat islam kala itu masih diberikan
kebebasan untuk beribadah dan melakukan muammalah. Tetapi untuk urusan politik
dan kenegaraan, umat islam masih dilarang, karena dianggap nantinya jadi sumber
ancaman.
Ketika transportasi kapal laut bermesin sudah ada, umat
islam kini dapat mudah melakukan perjalalanan ibadah haji lebih cepat melalui
singapura. Namun aksi kejahatan masih banyak terjadi, banyak calon haji yang
ditipu oleh para syekh. Syekh disini maksudnya bukanlah ulama melainkan agen/
calo tiket kapal dari perusahaan pelayaran milik belanda dan inggris.
Terkadang, para calon haji banyak yang sampai kehabisan
bekal/ ongkos haji karena di tipu. Akhirnya, tidak sedikit dari mereka yang
menetap di singapura dan dijuluki dengan gelar Haji singapura.
Ditahun 1920, kapal yang memberangkatkan jamaah haji
langsung dari Indonesia ke jedah sudah tersedia. Waktu itu dilayani oleh
maskapai pelayaran belanda: Nederland, Rotterdam dan semerong brow dari inggris
yang tergabung dalam kongsi tiga.
Layanan kala itu masih dirasa buruk, pasalnya jamaah haji
hanya asal angkut saja Bersama dengan barang-barang bawaannya. Jatah
makanannyapun hanya berlauk ikan asin. Sebelum ke Jeddah, para jamaah haji
dikarantina dan dilakukan pemeriksaan.
Setelah pulang dari berhaji, para jamaah haji dikarantina
lagi di pulau Onrust dekat dengan Jakarta. Mereka mengalami pemeriksaan yang
aneh dan kurang wajar, seperti ditelanjangi
dan sebagainya.
Atas pelayanan dan perlakuan buruk itu, para ulama Indonesia
khususnya di pulau jawa mengeluarkan fatwa, Yaitu “Tidak wajib bagi kaum wanita
pergi haji berhubung perlakuan kurang baik dijalanan”. Namun bagi kaum
lelaki masih diperbolehkan berhaji
karena hal itu disikapi sebagai keadaan darurat.
Kapal yang digunakan jamaah haji adalah kapal barang dengan
rute Jakarta-Roeterdam lewat swis dan singgah di Jedah. Kapal itu sesak penuh
barang sehingga calon haji yang berada dikapal hanya mendapat ruang sepit dan terbatas. Ventilasi dan
sanitasinya masih buruk.
Para calon haji yang ingin mendapat kamar mereka harus
membayar uang sewa. Kondisi yang buruk seperti ini, akhirnya banyak menimbulkan
aksi pertengkaran, penipuan, pemerasan, pencurian antar penumpang.
Perjalanan calon haji kala itu sangat terlantar dan berat.
Martabat orang islam yang hendak beribadah haji berasa dipandang rendah. Pihak
maskapai dan kapten kapal tidak mempedulikan layanan mereka yang buruk itu.
Orang orang pribumi yang diangkut hanya dianggap seperti
barang dan hewan saja. Dalam perjalanan yang sangat Panjang selama enam bulan,
hal ini lantas membuat banyak jamaah haji yang mengalami sakit sakitan, terkena
penyakit, bahkan sampai meninggal dunia. Gugurlah para syuhada-syuhada haji
Indonesia.
Banyaknya jenazah dikapal dan masih jauhnya daratan, jika
dibiarkan dikhawatirkan bisa menimbulkan penyakit. Maskapai kapal lantas
mengambil kebijakan, mau tidak mau jenazah itu harus di buang dan di kuburkan
di dasar laut. Namun sebelum di buang kelaut, jenazah masih diperbolehkan untuk
dimandikan, disholati dan dikafani terlebih dahulu.
Setelah itu jenazah di terjunkan kelaut hingga melayang
layang di laut lalu tengelam. Upacara pemakaman ini lantas disambut isak tangis
kesedihan dari jamaah haji yang menyaksikan hal itu. innalillahi wainna ilaihi
roji’un.
Selain itu selama dimakkah, jamaah haji Indonesia harus
beradaptasi dengan lingkungan dan suhu disana. Bagi yang tidak kuat, maka
banyak dari mereka yang meninggal dunia di tanah suci. Selain itu, jamaah haji
harus siap berhadapan dengan oknum calo-calo nakal yang suka memeras uang dan
menipu.
Datang kenegeri orang harus bisa berhati-hati menjaga diri
dan barang bawaan. Karena kejahatan tidak memandang dimana, siapa, dan kapan.
Jamaah haji yang masih polos, bodoh, dan masih awam kerap mengalami perlakuan
buruk dari oknum tidak bertanggung jawab.
Nah itulah perjalanan haji zaman dulu yang sangat berat,
lama, melelahkan dan butuh biaya yang super besar. Untuk biaya berangkat haji
kala itu bisa sampai menjual 8 ekor sapi/ lebih. Kalau di kruskan dengan harga
sekarang mungkin sekitar 200 sd 400 juta rupiah. Berbeda dengan zaman sekarang
yang Cuma 40 jutaan untuk haji regular.
Maka, marilah kita semua sesegera mungkin untuk menabung dan
mendaftar haji, karena sekarang kuota terbatas dan masa tunggu yang sangat
lama. Janganlah dirasa berat biayanya. Mencari dan menabung uang 25 juta untuk
daftar haji itu sangat mudah dibanding biaya dan perjuangan haji zaman dahulu.
Semoga kita semua segera diberikan rezeki oleh Allah SWT, untuk bisa berhaji,
umroh dan berziarah ke kota suci makkah dan Madinah Amin. Wallahu A’lamu
bishowab.
Sumber: Lintas Sejarah Perjalanan Jemaah Haji Indonesia (H. Sumuran Harapan, H. Mursidi).
Baca Juga: Kisah Sejarah Ibadah Haji Dari Nabi Adam As Hingga Nabi Muhammad SAW
Posting Komentar untuk "Kisah Sedih Perjalanan Haji Orang Indonesia Zaman Dahulu"
Masukkanlah Komentarmu dengan Baik..!!!